Sabtu, 28 September 2013

NAMA:INDAH FITRIYANI A,KELAS: 1EB26,NPM:24213351,, TUGAS/TULISAN KE: 1


ETIKA MENULIS DI SOSIAL MEDIA
Writing ethics in social media

Indah fitriyani asri
NPM:24213351
1EB26
Universitas Gunadarma

ABSTRAK
penelitian tentang “Etika Menulis Di Social Media” bertujuan untuk memberitahukan kode-kode etik dalam menulis di sosial media. Penelitian ini di lakukan dengan cara memperhatikan tulisan-tulisan yang terdapat di dunia maya yang kini sedang menjamur di masyarakat terutama kalangan remaja. Dari sekian banyak tulisan-tulisan yang terdapat di sosial media menunjukan, hanya sedikit yang menggunakan bahasa yang baik dan benar. Sebagaian lainnya, banyak yang menggunakan bahasa-bahasa tak lazim yang ntah darimana asalnya. Kadang kala bersifat negatif dan berdampak merugikan bagi banyak orang. Maka secara tidak langsung, tulisan-tulisan tersebut akan mengarahkan kepada pembaca ke arah yang tidak baik juga. Dan hingga saat ini masih sangat banyak penulis yang masih belum paham tentang etika menulis di social media.

PENDAHULUAN
         
Dikarenakan dengan seiringnya perkembangan tekhnologi internet kini menjadi suatu kebutuhan bahkan kewajiban bagi sebagian kalangan, etika di sosial media, sehingga terkadang pengguna media sosial menjadikan media ini sebagai sarana untuk melontarkan pendapat dan adu argument dan menjadikannya sebagai hal yang biasa. Ini adalah akses demokrasi yang membuat orang-orang menjadi berani dan menganggap sebagai hal yang lumrah.
          Namun dari sinilah timbul pertanyaan. Apa ia, kebebasan berpendapat di media sosial yang dapat dilihat dan dibaca semua orang dapat dilakukan tanpa adanya regulasi dan etikanya? Bukankah kebebasan yang seperti itu dapat membuat permasalahan serta adanya perpecahan dengan sesama?
          Bukankah seharusnya segala sesuatu yang menyangkut orang banyak harus memiliki batasan serta dapat mengatur agar tidak adanya masalah dan keributan-keributan yang di sebabkan dari kebebasan berpendapat itu? Baik buruknya penulisan kita dapat di lihat oleh semua kalangan karena semua terpampang jelas dan bisa dilihat serta dibaca oleh yang melihatnya. Dalam segala tulisan yang dtuangkan di sosial media kadangkala tidak memenuhi kode-kode etik dan bisa menjadi masalah dan memberikan efek negatif terhadap pembaca. Kadang penulis lupa bahwa apa yang di tulis dapat di baca oleh semua kalang, dari yang muda, tua, remaja bahkan anak-anak usia dinipun dapat melihatnya. Disini saya akan menjelaskan etika-etika yang sebaiknya dipatuhi untuk bersosial di media.



LANDASAN TEORI

A.PENGERTIAN ETIKA
Dalam salah satu teori media, yakni teori hirarki pengaruh (hierarcy of influence theory) yang dikenalkan oleh shoemaker dan reese (1996 : 11) menegaskan bahwa isi dari media di pengaruhi oleh beberapa factor yang luas dari dalam dan luar organisasi media. Level-level tersebut antaralain teks kerapkali dipengaruhi oleh individu, rutinitas media, kebijakan organisasional, extra media, dan idealogi. Dengan demikian sebuah realitas simbolik media tak akan lepas dari pengaruh-pengaruh tersebut. Dan konsekuensi logis dari hal tersebut ketika pengaruh-pengeruh itu membawa muatan-muatan negatif yang melampaui koridor etika dan regulasi media (gungun heryanto : 2011).
etika media massa ialah kesadaran moral mengenai kewajiban-kewajiban media massa dan mengenai penilaian media massa yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.
Etika adalah sebuah studi tentang formasi nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip benar dan salah (Altschull, 1990). Dalam kaitannya dengan jurnalistik, etika merupakan perspektif moral yang diacu dalam mengambil keputusan peliputan dan pemuatan fakta menjadi berita. Etika terbagi dua: Substantif, wilayah moral personal untuk mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Operasional, wilayah teknis berupa panduan bagaimana meliput dan memuat sebuah peristiwa. Konsep terkini dari etika jurnalisme adalah mendahulukan pelayanan kemanusiaan lebih besar daripada kehendak pribadi. Jurnalis profesional mempercayai bahwa tujuan jurnalisme adalah untuk menyajikan kebenaran. Untuk itu, sejumlah prinsip etis harus dipakai seperti akurasi, objektif, natral, dan sebagainya (Kovach dan Rosenstiel, 2001).
Etika deskriptif (descriptive ethics) yaitu mempelajari dua hal yaitu personal morality dan social morality, yaitu menganalisis bermacam-macam aspek dari tingkah laku manusia seperti motif, niat dan tindakan-tindakan. Namun kajian etika deskriptif tidak berpretensi untuk memberi penilaian atas apa yang dilihat atau diamati. Etika normatif (normative ethics) yaitu mendasarkan penyelidikan atas prinsip-prinsip yang harus dipakai dalam kehidupan kita. Dalam kajian etika normatif berupaya memberikan penilaian menurut ‘nilai dan kepentingan moral’ yang dimiliki oleh seseorang. Penilaian baik atau butuk sebuah content media didasarkan pada pertimbangan nilai yang dimiliki seseorang. Norma adalah aturan-aturan yg dibuat berdasarkan kesepakatan bersama sebuah komunitas, kelompok, masyarakat yg menjadi pertimbangan dalam bertindak dan berprilaku terhadap diri dan orang lain, apakah baik atau buruk. Etika adalah penyelidikan, kajian, ilmu dan filosofi mnegenai pertimbangan baik dan buruk, indah dan jelek terhadap sesuatu. (Ummaimah : 2011).
Hukum dan etika media komunikasi merupakan peraturan perilaku formal yang dipaksakan oleh otoritas berdaulat, seperti pemerintah kepada rakyat atau warga negaranya. Dalam ranah media massa, ada beberapa regulasi yang mengatur penyelenggaraan dan pemanfaatan media massa. Selain undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang dibuat oleh lembaga legislatif ataupun pemerintah tersebut, perlu adanya pedoman berperilaku lain yang tidak memberi sanksi fisik, baik berupa penjara atau denda, namun lebih pada sanksi moral untuk mengatur manusia dalam berinteraksi dengan media yang memiliki aspek yang kompleks berupa etika.
Dalam bukunya An Introduction to Ethics, W. Lilie memberi definisi “etika” sebagai ilmu pengetahuan  normatif mengenai kelakuan manusia dalam kehidupannya di masyarakat. Dari pendapat tersebut—juga pendapat ahli-ahli yang lain, dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu pengetahuan normatif yang menjadi bagian dari filsafat moral. Ketiga hal ini dapat dihubungkan sebagai berikut; etika merupakan filsafat moral dan filsafat moral adalah bagian dari filsafat yang disebut filsafat praktis. Dan berbicara tentang filsafat maka tak dapat dilepaskan dari konteks asal-usulnya sebagai ilmu pengetahuan karena kedudukan filsafat yang menjadi induk ilmu pengetahuan.
Kode Etik adalah peraturan moral, atau pedoman dari tingkah laku yang membantu aksi personal dalam situasi khusus. Dalam konteks jurnalistik, kode etik memegang peranan yang sangat penting dalam dunia pers. Sebagai pedoman nilai-nilai profesi kewartawanan, Kode Etik Jurnalistik wajib dipahami dan dilaksanakan oleh waratwan. Penataan dan pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik juga merupakan wujud dari profesionalisme pers. Menurut Sukardi (2007: 5) terdapat perbedaan yang sangat jelas antara kode etik dengan hukum. Walaupun sama-sama terhimpun dalam peraturan yang tertulis, kode etik mempunyai beberapa karakteristik yang berbeda dengan hukum. Setidak-tidaknya terdapat empat perbedaan, yaitu (1) soal sanksi, (2) ruang lingkup, daya laku, atau daya jangkau, (3) prosedur pembuatannya, (4) formalitas dan sikap batiniah.
Menurut Alwi Dahlan (2005, sebagaimana dikutip Sukardi, 2007: 25), keberadaan kode etik setidak-tidaknya memiliki lima manfaat:
a. Melindungi keberadaan seorang profesional dalam berkiprah di bidangnya;
b. Melindungi masyarakat dari malpraktik oleh praktisi yang kurang profesional;
c. Mendorong persaingan sehat antar praktisi;
d. Mencegah kecurangan antar rekan profesi; dan       
e. Mencegah manuipulasi informasi oleh narasumber
Sebagai lembaga sosial yang dapat memberikan pengaruh sangat luas terhadap tata nilai, kehidupan masyarakat luas yang mengandalkan kepercayaan, jelas moral memegang peran penting dalam pers. Bahkan dalam beberapa hal, pers sendiri dapat berfungsi sebagai penjaga moral tersebut. Betapa membahayakannya apabila pers tidak dilandasi moral yang tinggi. Dengan demikian dalam menjalankan profesinya, wartawan harus memiliki integritas moral yang tinggi.



PEMBAHASAN

Pada dasarnya memang benar adanya bahwa kita mempunyai kebebasan berpendapat, tetapi kebebasan berpendapat itu juga ada batasannya yaitu hak orang lain. Selama pendapat tersebut tidak merugikan orang lain dan bermanfaat, kita tidak perlu takut untuk menulis. Yang sering saya tegaskan adalah kita harus mengerti tentang etika menulis, seperti menggunakan inisial untuk menunjuk ke seseorang jika bermaksud mengambil pengalaman tentang suatu kasus. Intinya yang harus dikritik di media adalah tindakan yang salah dan bagaimana solusinya supaya hal itu tidak terjadi lagi. Pemerintahpun telah dengan jelas mmengatur undang-undang kebebasan di media massa untuk mengontrol segala sesuatunya yang berhubungan dengan banyak orang.
Dan pemerintah telah beritikad baik untuk mengontrol kebebasan media massa di Indonesia tanpa mengurangi kebebasan media massa itu sendiri. Walau bagaimanapun, kebebasan media massa harus menjadi kebebasan yang bertanggung jawab.
Untuk itu pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1966 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers dan disahkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 oleh Presiden BJ Habibie. Dasar pertimbangan penetapan UU ini adalah, pertama bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Kedua, bahwa kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani adalah merupakan Hak Asasi Manusia. Ketiga, bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa harus mendapat jaminan hukum agar dapat melaksanakan asa, fungsi, hak, kewajiban dan peranannya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional. Keempat, bahwa pers nasional harus ikut berperan mejaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kelima bahwa UU nomor 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
Selain itu, untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional yang profesional dibentuklah suatu lembaga independen, yaitu Dewan Pers. Fungsi-fungsi Dewan Pers antara lain:
a.    Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain
b.    Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers
c.    Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik
d.    Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers
e.    Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintah
f.    Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan
g.    Mendata perusahaan pers
Pemerintah juga menetapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yang disahkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2002 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Dengan pemberlakuan UU ini maka UU Penyiaran yang sebelumnya yaitu UU nomor 24 tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku lagi. Dasar dari penetapan UU ini adalah, pertama bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran merupakan Hak Asasi Manusia dan didukung oleh Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tidak hanya pers saja, masyarakat biasapun juga memiliki hak yang sama untuk mengungkapkan dan menulis pendapatnya tentang apasaja asalkan tidak melanggar norma yang berlaku. Biasanya orang menulis di dalam buku, karena semakin maju dan berkembangnya teknologi di zaman sekarang menulis pun dapat kita lakukan di internet, contohnya di dalam email, facebook, friendster, blog, dan lain sebagainya. Mereka menulis untuk kepentingan diri sendiri dan juga untuk orang banyak atau dipublikasikan, tapi tidak semua orang tahu bagaimana etika menulis yang baik dan benar di internet.
Berikut ini etika menulis di Internet   :
1.  Berguna bagi pembaca
2.  Tidak menyinggung unsur SARA (Suku,Agama, Ras, dan Adat istiadat)
3.  Tidak mengandung unsur pornografi
4.  Menggunakan bahasa yang baik dan sopan, tidak menggunakan bahasa yang kasar yang bersifat menghina atau mencemarkan nama baik
5.  Tidak mebohongi atau menyesatkan
6.  Tulisan bukan hasil plagiat atau menampilkan karya tulis orang lain tanpa menuliskan sumbernya
7.  Menggunakan insial agar tidak mencemarkan nama baik seseorang yang bersangkutan
Hal-hal yang harus kita perhatikan adalah sebagai berikut:
1. Mengirim dan mendisribusi dokumen yang bersifat pornografi, menghina, mencemarkan nama baik dll.
2. Melakukan pembobolan secara sengaja ke sistem komputer.
3. Melakukan penyadapan informasi.
4. Melakukan penggandaan tanpa ijin.
5. Memanipulasi, mengubah, menghilangakan informasi.
Di Indonesia aturan atau hukum mengenai etika menulis di internet  sudah ditetapkan melalu undang-undang pada tahun 2008. Aturan itu adalah Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.
Pada UU ITE perbuatan yang dilarang menyangkut isi tulisan tertuang pada BAB VII pasal 27 ayat 1 samapai 4 dan pasal 28 ayat 1 dan 2
Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ataumembuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ataumembuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatanperjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ataumembuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatanpenghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ataumembuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatanpemerasan dan/atau pengancaman.
 Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Mengenai ketentuan pidananya tertuang pada BAB XI Pasal 45 ayat 1 dan 2
 Pasal 45
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).











KESIMPULAN

Dengan adanya kemajuan tekhnologi yang sangat pesat, alangkah lebih baiknya kita mampu bertanggung jawab atas apa yang telah kita kerjakan,  termasuk di saat kita bersosial di media. Dimana kini segala informasi telah ada di internet. Begitu juga mudahnya berhubungan dengan seseorang di jejaring social kita harus bisa memperhatikan etika-etika meskipun di perbolehkan untuk berkebebasan pendapat namun kita harus bisa menjaga perkataan serta argument-argument dalam menulis di media massa.
Memang dijaman yang serba canggih dan  modern ini kita harus mampu mengikuti perkembangan jaman agar tidak di bilang norak dan bisa dengan mudah bersosialisasi dengan orang-orang yang tidak bisa terjangkau. Namun di jejaring social kini semua menjadi serba mudah, dengan ketentuan mampu memenuhi etika-etika dan bertanggung jawab dalam menulis dan bersosialisasi di media massa. Dengan begini tak ada lagi yang perlu di khawatirkan dalam menulis di media social.








DAFTAR PUSTAKA
Rahardi,kunjana. 2006 dimensi-dimensi kebahasaan. Yogyakarta :pt. Gelora aksara.
Budiarjo, miriam, dasar-dasar ilmu politik, pt. Gramedia pustaka utama, jakarta
Mas’oed mukhtar, dan andrew mac collin, 2000, perbandingan sistem politik,gajah mada university press, yogyakarta.
Carlton clymer, 2000, pengantar ilmu politik, raja grafindo persada, jakarta
Harmonis, dr. Fal., m.si, makalah dan jurnal perkuliahan komunikasi politik, umj, 2012
Dan nimo, komunikasi politik, 2005, rosydakarya, bandung. Cet-vi
Wahid, umaimah, dr, materi perkuliahan ekonomi media politik, pascasarjana umj, 2011
Uu penyiaran no. 32 tahun 2002, internet.jujun s. Suriasumantri, filsafat ilmu sebuah pengantar populer, 1994.
INTERNET :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar