ETIKA
MENULIS DI SOSIAL MEDIA
Writing
ethics in social media
Indah fitriyani asri
NPM:24213351
1EB26
Universitas Gunadarma
ABSTRAK
penelitian tentang “Etika Menulis Di Social Media” bertujuan
untuk memberitahukan kode-kode etik dalam menulis di sosial media. Penelitian
ini di lakukan dengan cara memperhatikan tulisan-tulisan yang terdapat di dunia
maya yang kini sedang menjamur di masyarakat terutama kalangan remaja. Dari
sekian banyak tulisan-tulisan yang terdapat di sosial media menunjukan, hanya
sedikit yang menggunakan bahasa yang baik dan benar. Sebagaian lainnya, banyak
yang menggunakan bahasa-bahasa tak lazim yang ntah darimana asalnya. Kadang
kala bersifat negatif dan berdampak merugikan bagi banyak orang. Maka secara
tidak langsung, tulisan-tulisan tersebut akan mengarahkan kepada pembaca ke
arah yang tidak baik juga. Dan hingga saat ini masih sangat banyak penulis yang
masih belum paham tentang etika menulis di social media.
PENDAHULUAN
Dikarenakan dengan seiringnya
perkembangan tekhnologi internet kini menjadi suatu kebutuhan bahkan kewajiban
bagi sebagian kalangan, etika di sosial media, sehingga terkadang pengguna
media sosial menjadikan media ini sebagai sarana untuk melontarkan pendapat dan
adu argument dan menjadikannya sebagai hal yang biasa. Ini adalah akses
demokrasi yang membuat orang-orang menjadi berani dan menganggap sebagai hal
yang lumrah.
Namun dari sinilah
timbul pertanyaan. Apa ia, kebebasan berpendapat di media sosial yang dapat
dilihat dan dibaca semua orang dapat dilakukan tanpa adanya regulasi dan
etikanya? Bukankah kebebasan yang seperti itu dapat membuat permasalahan serta
adanya perpecahan dengan sesama?
Bukankah
seharusnya segala sesuatu yang menyangkut orang banyak harus memiliki batasan
serta dapat mengatur agar tidak adanya masalah dan keributan-keributan yang di
sebabkan dari kebebasan berpendapat itu? Baik buruknya penulisan kita dapat di
lihat oleh semua kalangan karena semua terpampang jelas dan bisa dilihat serta
dibaca oleh yang melihatnya. Dalam segala tulisan yang dtuangkan di sosial
media kadangkala tidak memenuhi kode-kode etik dan bisa menjadi masalah dan
memberikan efek negatif terhadap pembaca. Kadang penulis lupa bahwa apa yang di
tulis dapat di baca oleh semua kalang, dari yang muda, tua, remaja bahkan
anak-anak usia dinipun dapat melihatnya. Disini saya akan menjelaskan
etika-etika yang sebaiknya dipatuhi untuk bersosial di media.
LANDASAN
TEORI
A.PENGERTIAN
ETIKA
Dalam salah satu teori media,
yakni teori hirarki pengaruh (hierarcy of influence theory) yang dikenalkan
oleh shoemaker dan reese (1996 : 11) menegaskan bahwa isi dari media di
pengaruhi oleh beberapa factor yang luas dari dalam dan luar organisasi media.
Level-level tersebut antaralain teks kerapkali dipengaruhi oleh individu,
rutinitas media, kebijakan organisasional, extra media, dan idealogi. Dengan
demikian sebuah realitas simbolik media tak akan lepas dari pengaruh-pengaruh
tersebut. Dan konsekuensi logis dari hal tersebut ketika pengaruh-pengeruh itu
membawa muatan-muatan negatif yang melampaui koridor etika dan regulasi media
(gungun heryanto : 2011).
etika media massa ialah kesadaran
moral mengenai kewajiban-kewajiban media massa dan mengenai penilaian media
massa yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.
Etika adalah sebuah studi tentang
formasi nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip benar dan salah (Altschull,
1990). Dalam kaitannya dengan jurnalistik, etika merupakan perspektif moral
yang diacu dalam mengambil keputusan peliputan dan pemuatan fakta menjadi
berita. Etika terbagi dua: Substantif, wilayah moral personal untuk
mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Operasional,
wilayah teknis berupa panduan bagaimana meliput dan memuat sebuah peristiwa.
Konsep terkini dari etika jurnalisme adalah mendahulukan pelayanan kemanusiaan
lebih besar daripada kehendak pribadi. Jurnalis profesional mempercayai bahwa
tujuan jurnalisme adalah untuk menyajikan kebenaran. Untuk itu, sejumlah
prinsip etis harus dipakai seperti akurasi, objektif, natral, dan sebagainya
(Kovach dan Rosenstiel, 2001).
Etika deskriptif (descriptive
ethics) yaitu mempelajari dua hal yaitu personal morality dan social morality,
yaitu menganalisis bermacam-macam aspek dari tingkah laku manusia seperti
motif, niat dan tindakan-tindakan. Namun kajian etika deskriptif tidak
berpretensi untuk memberi penilaian atas apa yang dilihat atau diamati. Etika
normatif (normative ethics) yaitu mendasarkan penyelidikan atas prinsip-prinsip
yang harus dipakai dalam kehidupan kita. Dalam kajian etika normatif berupaya
memberikan penilaian menurut ‘nilai dan kepentingan moral’ yang dimiliki oleh
seseorang. Penilaian baik atau butuk sebuah content media didasarkan pada
pertimbangan nilai yang dimiliki seseorang. Norma adalah aturan-aturan yg
dibuat berdasarkan kesepakatan bersama sebuah komunitas, kelompok, masyarakat
yg menjadi pertimbangan dalam bertindak dan berprilaku terhadap diri dan orang
lain, apakah baik atau buruk. Etika adalah penyelidikan, kajian, ilmu dan
filosofi mnegenai pertimbangan baik dan buruk, indah dan jelek terhadap sesuatu.
(Ummaimah : 2011).
Hukum dan etika media komunikasi
merupakan peraturan perilaku formal yang dipaksakan oleh otoritas berdaulat,
seperti pemerintah kepada rakyat atau warga negaranya. Dalam ranah media massa,
ada beberapa regulasi yang mengatur penyelenggaraan dan pemanfaatan media
massa. Selain undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang dibuat oleh
lembaga legislatif ataupun pemerintah tersebut, perlu adanya pedoman
berperilaku lain yang tidak memberi sanksi fisik, baik berupa penjara atau denda,
namun lebih pada sanksi moral untuk mengatur manusia dalam berinteraksi dengan
media yang memiliki aspek yang kompleks berupa etika.
Dalam bukunya An Introduction to
Ethics, W. Lilie memberi definisi “etika” sebagai ilmu pengetahuan normatif mengenai kelakuan manusia dalam
kehidupannya di masyarakat. Dari pendapat tersebut—juga pendapat ahli-ahli yang
lain, dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu pengetahuan normatif yang
menjadi bagian dari filsafat moral. Ketiga hal ini dapat dihubungkan sebagai berikut;
etika merupakan filsafat moral dan filsafat moral adalah bagian dari filsafat
yang disebut filsafat praktis. Dan berbicara tentang filsafat maka tak dapat
dilepaskan dari konteks asal-usulnya sebagai ilmu pengetahuan karena kedudukan
filsafat yang menjadi induk ilmu pengetahuan.
Kode Etik adalah peraturan moral,
atau pedoman dari tingkah laku yang membantu aksi personal dalam situasi
khusus. Dalam konteks jurnalistik, kode etik memegang peranan yang sangat
penting dalam dunia pers. Sebagai pedoman nilai-nilai profesi kewartawanan,
Kode Etik Jurnalistik wajib dipahami dan dilaksanakan oleh waratwan. Penataan
dan pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik juga merupakan wujud dari profesionalisme
pers. Menurut Sukardi (2007: 5) terdapat perbedaan yang sangat jelas antara
kode etik dengan hukum. Walaupun sama-sama terhimpun dalam peraturan yang
tertulis, kode etik mempunyai beberapa karakteristik yang berbeda dengan hukum.
Setidak-tidaknya terdapat empat perbedaan, yaitu (1) soal sanksi, (2) ruang
lingkup, daya laku, atau daya jangkau, (3) prosedur pembuatannya, (4)
formalitas dan sikap batiniah.
Menurut Alwi Dahlan (2005,
sebagaimana dikutip Sukardi, 2007: 25), keberadaan kode etik setidak-tidaknya
memiliki lima manfaat:
a. Melindungi keberadaan seorang
profesional dalam berkiprah di bidangnya;
b. Melindungi masyarakat dari
malpraktik oleh praktisi yang kurang profesional;
c. Mendorong persaingan sehat
antar praktisi;
d. Mencegah kecurangan antar
rekan profesi; dan
e. Mencegah manuipulasi informasi
oleh narasumber
Sebagai lembaga sosial yang dapat
memberikan pengaruh sangat luas terhadap tata nilai, kehidupan masyarakat luas
yang mengandalkan kepercayaan, jelas moral memegang peran penting dalam pers.
Bahkan dalam beberapa hal, pers sendiri dapat berfungsi sebagai penjaga moral
tersebut. Betapa membahayakannya apabila pers tidak dilandasi moral yang
tinggi. Dengan demikian dalam menjalankan profesinya, wartawan harus memiliki
integritas moral yang tinggi.
PEMBAHASAN
Pada dasarnya memang benar adanya
bahwa kita mempunyai kebebasan berpendapat, tetapi kebebasan berpendapat itu
juga ada batasannya yaitu hak orang lain. Selama pendapat tersebut tidak
merugikan orang lain dan bermanfaat, kita tidak perlu takut untuk menulis. Yang
sering saya tegaskan adalah kita harus mengerti tentang etika menulis, seperti
menggunakan inisial untuk menunjuk ke seseorang jika bermaksud mengambil
pengalaman tentang suatu kasus. Intinya yang harus dikritik di media adalah
tindakan yang salah dan bagaimana solusinya supaya hal itu tidak terjadi lagi.
Pemerintahpun telah dengan jelas mmengatur undang-undang kebebasan di media
massa untuk mengontrol segala sesuatunya yang berhubungan dengan banyak orang.
Dan pemerintah telah beritikad
baik untuk mengontrol kebebasan media massa di Indonesia tanpa mengurangi
kebebasan media massa itu sendiri. Walau bagaimanapun, kebebasan media massa
harus menjadi kebebasan yang bertanggung jawab.
Untuk itu pemerintah menetapkan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers untuk menggantikan Undang-Undang
Nomor 11 tahun 1966 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers dan disahkan di
Jakarta pada tanggal 23 September 1999 oleh Presiden BJ Habibie. Dasar
pertimbangan penetapan UU ini adalah, pertama bahwa kemerdekaan pers merupakan
salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk
menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Kedua, bahwa kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kemerdekaan
menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani adalah merupakan Hak
Asasi Manusia. Ketiga, bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa
harus mendapat jaminan hukum agar dapat melaksanakan asa, fungsi, hak,
kewajiban dan peranannya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional.
Keempat, bahwa pers nasional harus ikut berperan mejaga ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kelima bahwa UU
nomor 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sudah tidak sesuai
dengan tuntutan perkembangan zaman.
Selain itu, untuk mengembangkan
kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional yang profesional
dibentuklah suatu lembaga independen, yaitu Dewan Pers. Fungsi-fungsi Dewan
Pers antara lain:
a. Melindungi kemerdekaan pers dari campur
tangan pihak lain
b. Melakukan pengkajian untuk pengembangan
kehidupan pers
c. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode
Etik Jurnalistik
d. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan
penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan
pers
e. Mengembangkan komunikasi antara pers,
masyarakat dan pemerintah
f. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers
dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas
profesi kewartawanan
g. Mendata perusahaan pers
Pemerintah juga menetapkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yang disahkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2002 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Dengan
pemberlakuan UU ini maka UU Penyiaran yang sebelumnya yaitu UU nomor 24 tahun
1997 dinyatakan tidak berlaku lagi. Dasar dari penetapan UU ini adalah, pertama
bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui
penyiaran merupakan Hak Asasi Manusia dan didukung oleh Pancasila dan Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tidak hanya pers saja, masyarakat
biasapun juga memiliki hak yang sama untuk mengungkapkan dan menulis
pendapatnya tentang apasaja asalkan tidak melanggar norma yang berlaku.
Biasanya orang menulis di dalam buku, karena semakin maju dan berkembangnya
teknologi di zaman sekarang menulis pun dapat kita lakukan di internet,
contohnya di dalam email, facebook, friendster, blog, dan lain sebagainya.
Mereka menulis untuk kepentingan diri sendiri dan juga untuk orang banyak atau
dipublikasikan, tapi tidak semua orang tahu bagaimana etika menulis yang baik
dan benar di internet.
Berikut ini etika menulis di Internet :
1. Berguna bagi pembaca
2. Tidak menyinggung unsur SARA (Suku,Agama,
Ras, dan Adat istiadat)
3. Tidak mengandung unsur pornografi
4. Menggunakan bahasa yang baik dan sopan, tidak
menggunakan bahasa yang kasar yang bersifat menghina atau mencemarkan nama baik
5. Tidak mebohongi atau menyesatkan
6. Tulisan bukan hasil plagiat atau menampilkan
karya tulis orang lain tanpa menuliskan sumbernya
7. Menggunakan insial agar tidak mencemarkan
nama baik seseorang yang bersangkutan
Hal-hal yang harus kita
perhatikan adalah sebagai berikut:
1. Mengirim dan mendisribusi
dokumen yang bersifat pornografi, menghina, mencemarkan nama baik dll.
2. Melakukan pembobolan secara
sengaja ke sistem komputer.
3. Melakukan penyadapan
informasi.
4. Melakukan penggandaan tanpa
ijin.
5. Memanipulasi, mengubah,
menghilangakan informasi.
Di Indonesia aturan atau hukum
mengenai etika menulis di internet sudah
ditetapkan melalu undang-undang pada tahun 2008. Aturan itu adalah
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE.
Pada UU ITE perbuatan yang
dilarang menyangkut isi tulisan tertuang pada BAB VII pasal 27 ayat 1 samapai 4
dan pasal 28 ayat 1 dan 2
Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja
dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ataumembuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja
dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ataumembuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatanperjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja
dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ataumembuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatanpenghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja
dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ataumembuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatanpemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja
dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja
dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Mengenai
ketentuan pidananya tertuang pada BAB XI Pasal 45 ayat 1 dan 2
Pasal 45
(1) Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), atau ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
KESIMPULAN
Dengan adanya kemajuan tekhnologi
yang sangat pesat, alangkah lebih baiknya kita mampu bertanggung jawab atas apa
yang telah kita kerjakan, termasuk di
saat kita bersosial di media. Dimana kini segala informasi telah ada di
internet. Begitu juga mudahnya berhubungan dengan seseorang di jejaring social
kita harus bisa memperhatikan etika-etika meskipun di perbolehkan untuk
berkebebasan pendapat namun kita harus bisa menjaga perkataan serta
argument-argument dalam menulis di media massa.
Memang dijaman yang serba canggih
dan modern ini kita harus mampu
mengikuti perkembangan jaman agar tidak di bilang norak dan bisa dengan mudah
bersosialisasi dengan orang-orang yang tidak bisa terjangkau. Namun di jejaring
social kini semua menjadi serba mudah, dengan ketentuan mampu memenuhi
etika-etika dan bertanggung jawab dalam menulis dan bersosialisasi di media
massa. Dengan begini tak ada lagi yang perlu di khawatirkan dalam menulis di
media social.
DAFTAR
PUSTAKA
Rahardi,kunjana. 2006 dimensi-dimensi kebahasaan. Yogyakarta
:pt. Gelora aksara.
Budiarjo, miriam, dasar-dasar ilmu politik, pt. Gramedia
pustaka utama, jakarta
Mas’oed mukhtar, dan andrew mac collin, 2000, perbandingan
sistem politik,gajah mada university press, yogyakarta.
Carlton clymer, 2000, pengantar ilmu politik, raja grafindo
persada, jakarta
Harmonis, dr. Fal., m.si, makalah dan jurnal perkuliahan
komunikasi politik, umj, 2012
Dan nimo, komunikasi politik, 2005, rosydakarya, bandung.
Cet-vi
Wahid, umaimah, dr, materi perkuliahan ekonomi media politik,
pascasarjana umj, 2011
Uu penyiaran no. 32 tahun 2002, internet.jujun s.
Suriasumantri, filsafat ilmu sebuah pengantar populer, 1994.
INTERNET :